Header Ads

test

ilmu falak sarjan

MAKALAH
ILMU FALAK
TENTANG
HISAB AWAL WAKTU SHOLAT
Oleh :
Nama : Sarjan

Makalah ini Diajukan Kepada Dosen Pengampu
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Nilai Tugas
Mata Ilmu Falak
Dosen Pengampu:
Muh. Yunan Putra LC MH,i
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH
BIMA
2018



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul ”ilmu falak”. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini kami susun agar pembaca terutama teman-teman Hukum Keluarga dapat menciptakan suatu pemahaman tentang Perkembangan pemikiran. Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan sebaik mungkin meskipun banyak kekurangan didalamnya, untuk itu penyusun mohon adanya kritik dan saran agar dapat memperbaiki makalah yang akan datang.













BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam perspektif ajaran Islam  masalah  ibadah merupakan ajaran dasar yang dititahkan kepada seluruh mukallaf. Sebagai ibadah yang disyari’atkan, maka merupakan keharusan untuk dilakukan dengan sikap ikhlas dan semata-mata mengharap balasan dari Allah Swt. Dan idealnya terhadap kewajiban ini, adalah dilakukan dengan bekal ilmu yang cukup, pengetahuan yang benar dan pemahaman yang proporsionl. Baik dari segi dasar pensyari’atannya (landasan normatif), maupun dari sisi pengamalan atau penerapannya.
Aslmau wajhahu (menyerahkan diri) pada dasarnya adalah memurnikan ibadah kepada Allah dan wahuha muhsin (berbuat kebajikan) adalah mengikuti Rasul-Nya. Menurut Syaikhul Islam3 ; inti agama ada dua hal pokok, yakni tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah, dan tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan-tidak dengan bid’ah (lihat QS. al-Kahfi : 110)
Demikianlah misalnya shalat sebagai ibadah khusus, ia terikat oleh ketentuan-ketentuan khusus yang wajib dipatuhi dalam pengamalannya yang dalam khazanah fikih lazimnya dikenal nama “syarat dan rukun”. Para fukaha menetapkan bahwa syarat wajib shalat ada empat yaitu ; suci, menutup aurat menghadap kiblat dan tiba waktunya. Khusus masalah waktu shalat al-Qur’an memberikan penegasan bahwa shalat adalah ibadah yang telah ditetapkan waktunya dan kewajiban bagi orang-orang yang beriman (Q S. an-Nisa ; 103). Atas dasar firman Allah pada surah an-Nisa ; 103 tersebut, maka telah menjadi suatu kewajiban bagi umat untuk berusaha mengetahui dengan benar waktu-waktu ibadah yang disyari’atkan, baik awal waktu maupun akhir waktu ibadah. Kini, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi umat manusia semakin menemukan banyak kemudahan hidup bukan hanya pada bidang mu’amalah tetapi juga pada masalah-masalah ibadah mahdah seperti penetapan awal waktu sholat
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan hisab awal waktu sholat?
2.      Bagaimana menentukan meridian pas?
3.      Bagaimana menentukan sudut waktu?
4.      Bagaimana menentukan koreksi waktu daerah dan ihtiyat?






















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hisab Awal Waktu Shalat
Hisab awal waktu shalat adalah hisab yang memperhitungkan kapan dimulai dan berakhirnya shalat yang menjadi kewajiban umat Islam. Secara umum, terdapat beberapa hal yang menjadi faktor dalam hisab awal waktu shalat. Baik berupa data murni maupun data yang diperoleh berdasarkan perhitungan. Diantaranya adalah:
a.    Lintang tempat (φ)
Lintang tempat (‘ArdlulBalad) adalah lingkaran yang terdapat pada bola bumi yang sejajar dengan khatulistiwa bumi dan diukur dari khatulistiwa sampai tempat yang dicari,  atau bisa juga dikatakan dengan jarak antara equator sampai garis lintang diukur sepanjang garis bujur. Garis lintang merupakan lingkaran kecil yang terdapat pada bola bumi yang sejajar dengan equator bumi. Garis lintang dibagi menjadi dua bagian yakni garis lintang utara dan garis lintang selatan. Garis lintang utara yaitu garis lintang yang nilainya positif , berada 0o sampai 90o di sebelah utara equator. Garis lintang selatan yaitu garis lintang negatif yang berada 0o sampai 90o di selatan equator.
b.    Bujur tempat (λx)
Garis bujur adalah lingkaran yang terdapat pada bola bumi yang melalui kutub utara dan kutub selatan bumi. Garis bujur merupakan lingkaran besar yang ada di bola bumi yang melalui kutub utara dan kutub selatan. Bujur tempat dihitung dari garis bujur 0o yang berada di Greenwich ditarik melalui garis lintang sampai ketempat yang di cari garis bujurnya. Sebagaimana garis lintang, garis bujur juga terbagi menjadi dua bagian yakni bujur barat dan bujur timur.
Garis bujur barat yaitu garis bujur yang berada 0o sampai 180o di sebelah barat garis bujur Grenwich. Garis bujur barat nilanya negatif sehingga untuk mencari waktu daerah yang berada di sebelah barat GMT harus dikurangi dengan selisih antara waktu keduanya. Sedangkan untuk bujur timur yaitu garis bujur yang berada 0o sampai 180o di sebelah timur Greenwich. Berbeda dengan bujur barat, garis bujur timur nilainya positif sehingga untuk mencari waktu daerah yang berada di timur Greenwich maka waktu GMT ditambah dengan selisih keduanya.

c.    Bujur daerah (λd)
Bujur daerah yaitu garis bujur yang berada di suatu daerah dihitung 15o mulai dari Greenwich. Sehingga garis bujur daerah terbagi menjadi 24 bagian yaitu 0o, 15o, 30o, 45o, 60o, 75o, 90o, 105o, 120o, 135o, 150o, 165o, 180o di sebelah barat Greenwich yang bernilai negatif dan 0o, 15o, 30o, 45o, 60o, 75o, 90o, 105o, 120o, 135o, 150o, 165o, 180o di sebelah timur Greenwich yang bernilai positif.
d.      Tinggi Tempat (m)
Tinggi tempat yaitu letak suatu tempat yang dihitung dari permukaan air laut sampai tempat yang bersangkutan. Dalam perhitungan awal waktu salat, tinggi tempat berfungsi untuk mencari kerendahan ufuk (ku). Untuk mendapatkan kerendahan ufuk (ku), dapat menggunakan rumus : ku = 0o 1,76’√ m ( tinggi tempat dinyatakan dalam satuan meter.)

e.       Deklinasi matahari (δ)
                Deklinasi matahari yaitu jarak yang dibentuk oleh lintasan matahari dengan khatulistiwa.  Deklinasi bernilai positif jika berada di belahan langit utara dan bernilai negatif jika berada di belahan langit selatan. Saat matahari berada di katulistiwa, nilai deklinasinya adalah 0o yaitu terjadi sekitar tanggal 21 maret dan tanggal 23 september. Sedangkan deklinasi terjauh yaitu 23o 27’ diutara khatulistiwa yang terjadi pada tanggal 21 juni dan berada pada garis balik selatan pada tanggal 22 desember, dst.
f.  Equation of Time (e)
Equation of Time/Ta’dilulwaqti/Ta’diluz zaman atau biasa juga disebut dengan perata waktu yaitu selisih waktu antara waktu matahari hakiki dengan waktu matahari rata-rata (pertengahan). Hal ini terjadi karena eclipse-nya bentuk bumi yang mengakibatkan lama siang dan malam berbeda setiap harinya. Kadang kurang dari 24 jam dan terkadang lebih dari 24 jam.
g. Tinggi Matahari (h)
Tinggi matahari (irtifa’usySyams) yaitu jarak busur sepanjang lingkaran vertical dihitung dari ufuk sampai matahari.   Tinggi matahari bertanda positif jika berada di atas ufuk dan bertanda negatif jika berada di bawah ufuk. Dalam perhitungan waktu salat tinggi matahari merupakan satu unsur yang sangat penting. Hal ini mengingat bahwasnnya cara penentuan awal waktu salat yang termaktub dalam dalil naqli berdasarkan pada peredaran matahari itu sendiri setiap harinya jika dilihat dari bumi.
Dalam menentukan tinggi matahari saat terbit maupun saat terbenam dengan rumus: ho = -(ku + refraksi + semi diameter). Semi diameter matahari rata-rata adalah 0o 16’. Sedangkan untuk menentukan waktu asar terkait erat dengan jarak zenith matahari pada saat matahari berada di bujur langit yang bertepatan dengan datangnya awal waktu dzuhur dengan menggunakan rumus: zm = δo – φx, dengan catatan zm harus selalu positif dan jika negatif maka harus dirubah menjadi positif. Setelah itu, baru menentukan tinggi asar yakni dengan rumus: ha = tgzm + 1. Kemudian tinggi matahari untuk isya’ dengan rumus: ha = -17 + h terbit/ terbenam. Tinggi matahari untuk awal subuh dengan rumus: ha = -19 + h terbit/terbenam serta tinggi matahari untuk awal dluha dengan tinggi 3o 30’ yaitu sesuai dengan ketetapan yang telah menjadi kesepakatan. Meski demikian, ada juga yang menggunakan ketinggian 4o30’ untuk tinggi dluha.
h. Meridian Pass (MP)
Meridian pass yaitu waktu di saat matahari berada di titik kulminasi atas atau tepat di bujur langit menurut waktu pertengahan, yang menurut waktu hakiki saat itu menunjukkan waktu 12 siang. MP dapat dihitung dengan rumus MP = 12 – e, dengan e adalah equation of time.
i. Sudut Waktu Matahari (to)
Sudut waktu matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai matahari berada. Harga atau nilai sudut waktu adalah 0o sampai 180o. nilai sudut waktu 0o adalah ketika matahari berada di titik kulminasi atas atau tepat di bujur langit, sedangkan nilai sudut waktu 180o adalah ketika matahari berada di titik kulminasi bawah. Jika matahari berada di sebelah barat bujur atau dibelahan langit sebelah barat maka sudut waktu bertanda positif (asar, maghrib, dan isya’). Sedangkan sudut waktu bertanda negatif jika matahari berada di timur bujur langit atau dibelahan langit sebelah timur (subuh, terbit dan dluha). Sudut waktu dihitung dengan rumus:
Cos to = -tan φxtan δo + sin ho : cos φx : cos δo
j. Ikhtiyat
Ikhtiyat adalah suatu langkah pengaman dalam perhitungan awal waktu salat dengan cara menambah atau mengurang 2 s/d 3 dari hasil perhitungan yang sebenarnya. Ikhtiyat ini dimaksudkan untuk mencakup daerah-daerah sekitarnya, dimanapermenitnya adalah ± 27.5 Km, menjadikan pembulatan pada satuan terkecil dalam menit waktu sehingga penggunaannya lebih mudah, dan juga untuk memberikan koreksi atas kesalahan dalam perhitungan, agar menambah keyakinan bahwa waktu salat benar-benar sudah masuk sehingga ibadah salat itu benar-benar dilaksanakan dalam waktunya.
Dalam penentuan ibadah, hendaknya melakukan ikhtiyat dengan cara membulatkan bilangan detik berapapun menjadi 1 menit, kecuali untuk terbit detik berapapun harus dibuang. Kemudian tambahkan lagi 2 menit, kecuali untuk terbit dikurangi 2 menit, dan untuk dhuhur ditambah 3 menit.
       3. Contoh Perhitungan Waktu Sholat
Tanggal 10 Januari 2013
Tinggi Tempat                   = 86 m
Lintang Tempat (Φ x)         = -6⁰ 59’ 44.94’’
Bujur Tempat (λ x)             = 110⁰ 21’ 09.53’’ Bujur Timur
Deklinasi (δ)                      = -21⁰ 57’ 37.09’’
Equation of time (e)          = -7m  25.21d
Kerendahan Ufuk              = 0⁰ 1’ . 76
Hterbit                                              = -(0⁰ 34’ + 0⁰ 16’ + 0⁰ 16’ 24.97’’)
                                           = -1⁰ 06’ 24.97’’
Dhuhur     
= WH – e + (λd – λx) ÷ 15
                           = 12 – (-0⁰ 7’ 25.21’’) + (105⁰ – 110⁰ 21’ 09.53’’) ÷ 15
WIB             = 11⁰ 46’ 00.57’’
                            =  11⁰ 47’ – 03’
                          = 11⁰ 50’
ZM (Jarak Zenith)        
= δ – Φ
= -21⁰ 57’ 37.09’’ – (-6⁰ 59’ 44.94’’)
= -21⁰ 37.09’’ + 6⁰ 59’ 44.94’’
= -14⁰ 57’ 52.15’’
= 14⁰ 57’ 52.15’’
hashar      = tan ZM + 1
                        = tan 14⁰ 57’ 52.15’’ + 1
                        = 38⁰ 16’ 35.63’’
Cos to     = sin hashar ÷ cos Φ ÷ cos δ – tan Φ . tan δ
                           = sin 38⁰ 16’ 35.63’’ ÷ cos -6⁰ 59’ 44.94’’ ÷ cos -21⁰ 57’ 37.09’’ –         tan -6⁰ 59’ 44.94’’ . tan -21⁰ 57’ 37.09’’
to              = 51⁰ 25’ 53.17’’ ÷ 15 – 12
WH    = 15⁰ 25’ 43.54’’
WIB   = WH – e + (λd – λx) ÷ 15
            = 15⁰ 25’ 43.54’’ – (-0⁰ 7’ 25.21’’) + (105⁰ – -6⁰ 59’ 44.94’’) ÷ 15
            = 15⁰ 11’ 44.12’’ (dibulatkan)
            = 15⁰ 12’ + 02’
            = 15⁰ 14’
Maghrib                        
1.      hterbenam         = -1⁰ 06’ 24.97’’
2.      cos to   = sin hmaghrib ÷ cos Φ ÷ cos δ – tan Φ . tan δ
= sin -1⁰ 06’ 24.97’’ ÷ cos -6⁰ 59’ 44.94’’ ÷ cos -21⁰ 57’ 37.09’’ – tan -6⁰ 59’ 44.94’ . tan -21⁰ 57’ 37.09’’
                     to   = 94⁰ 02’ 26.59’’
              WH           =  94⁰ 02’ 26.59’’ ÷ 15 + 12
                                 = 18⁰ 16’ 09.77’’
              3. awal waktu maghrib     = WH – e + (λd – λx) ÷ 15
= 18⁰ 16’ 09.77’’ – (-0⁰ 7’ 25.21’’) + (105⁰ – 110⁰ 21’ 09.53’’) ÷ 15
                                                           = 18⁰ 03’
                                Ikhtiyath       =       02’
                     Waktu Maghrib      = 18⁰ 05’ WIB
Isya’
1.      hisya        = -17⁰ + (-1⁰ 06’ 24.97’’)
                                = -18⁰ 06’ 24.97’’
                  2. cos to       = sin ho ÷ cos Φ ÷ cos δ – tan Φ . tan δ
= sin -18⁰ 06’ 24.97’’  ÷ cos -6⁰ 59’ 44.94’ ÷ cos -21⁰ 57’ 37.09’’ – tan -6⁰ 59’ 44.94’ . tan -21⁰ 57’ 37.09’’
                      to      = 112⁰ 46’ 26.72’’
                         WH        = 112⁰ 46’ 26.72’’ ÷ 15 + 12
                            = 19⁰ 31’ 05.78’’
              3. awal waktu isya    = WH – e + (λd – λx) ÷ 15
= 19⁰ 31’ 05.78’’ – (-0⁰ 7’ 25.21’’) + (105⁰ – 110⁰ 21’ 09.53’’) ÷ 15
                                                   = 19⁰ 17’ 06.36’’ dibulatkan
                                                   = 19⁰ 18’
                           Ikhtiyath    =  02’
                 Waktu isya            = 19⁰ 20’ WIB
 Shubuh
a.  h subuh    = -19 + (-1o06’24.97’’)
                          =-20o06’24.97’’
b. costo   = sin h subuh ÷ cos Ф ÷ cos δ- tan Ф . tan δ
= sin -20o06’24.97’’÷ cos -6o59’44.94’’÷ cos -21o57’37.09’’- tan -6o59’44.94’’. tan -21o57’37.09’’
                   = 115o01’10.39’’ ÷ 15
                   = 7o40’04.69’’
              WH = 12 – 7o40’04.69’’
              = 4o19’55.31’’
c. Awal waktu subuh
              = WH- e + (λd – λx)÷ 15
            = 4o19’55.31’’- (-0o7’25.21’’) + (105o-110o21’09.53’’) ÷ 15
             = 4o05’55.88’’ dibulatkan
                   = 4o06’
             Ihtiyat = 02’ +
                  = 4o08’
Waktu shubuh pukul 04.08 wib














DAFTAR PUSTAKA
M.QuraishShihab, Tafsir Al-Misbah, Volume-6, (Jakarta: Lentera hati, 2002).
Kementrian agama RI, Syaamil. Al-QuranMiracletheReference, (Bandung: SaygmaPublishing, 2010).
Al-Raziy, Tafsir Al-Kabir (Mafatih al-Ghaib), Cet. I, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1990).
Slamet Hambali, Ilmu Falak I,Cet. I,  (Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, 2011).
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek,Cet. IV,(Buana Pustaka, 2011).



Tidak ada komentar